Selasa, 01 Mei 2012

MAYDAY: Bukan Sekedar Ceremonial


Sumber: http://salingsilang.com/baca/tweeps-antisipasi-hari-buruh-sedunia-besok

Peringatan Hari Buruh Internasional yang jatuh pada tanggal 1 Mei atau yang dikenal dengan Mayday mungkin sudah sangat akrab di telinga kita. Orasi, demonstrasi, longmarch dan semacamnya seolah menjadi ritual wajib di seluruh dunia pada peringatan Mayday ini.


Sebagian orang mungkin memandang sinis aksi-aksi ini. Bikin macet? Yaa, menurunkan produksi, iyaa karna libur barang sehari bagi perusahaan-perusahaan dengan kapasitas produksi tinggi dan penguasaan pasar yang luas tentu sangat signifikan mempengaruhi pendapatannya. Namun, pernahkah kita memandang sejenak dari sudut pandang buruh? Apa tujuan mereka melakukan aksi semacam ini? Apa yang diusung dari “ritual” ini?

Buruh merupakan unsur yang sangat penting dalam menggerakkan roda perekonomian. Bayangkan jika semua orang memposisikan diri sebagai pemilik modal, pengusaha, berlomba-lomba menciptakan perusahaan masing-masing, lalu siapa yang akan bekerja pada perusahaan yang ia bangun kalau semua jadi “petinggi” perusahaan? Tentu jawabannya adalah buruh, yang bisa dibilang ujung tombak dari segala rupa perusahaan yang bergerak di bidang masing-masing. Penggunaan ilustrasi yang agak hiperbola memang, tapi setidaknya cukup untuk menunjukkan seberapa pentingnya peran buruh dalam perekonomian.

Sayangnya pentingnya peran buruh, saat ini tidak seimbang dengan pemenuhan hak-haknya sebagai pekerja. Buruh dipandang hanya sebagai factor produksi, dengan mengurangi hak-haknya sebagai manusia yang tentu membutuhkan kompensasi untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Praktek mengenai pengabaian hak buruh ini banyak sekali terjadi. Mulai dari pemberian upah yang kurang layak, kurangnya pemberian jaminan social, hingga yang sedang marak dibahas mengenai kasus outsourcing.

Seperti yang fasih ditafsirkan dalam ilmu ekonomi, dalam melakukan kegiatan ekonomi tentu semua pihak berpedoman untuk mencapai keuntungan maksimum dengan biaya minimum. Namun tampaknya hal inilah yang menjadi landasan saklek para produsen sehingga seperti yang disebutkan tadi seringkali buruh hanya dipandang sebagai factor produksi yang bisa dieksploitasi sesukanya demi mengeruk keuntungan maksimum.

Dengan semakin meningkatnya harga-harga kebutuhan, kenaikan jumlah upah yang mengimbangi kenaikan inflasi tentu sangat dibutuhkan oleh semua penerima pendapatan, tidak terkecuali buruh. Buruh yang dapat dikatakan memiliki posisi bargaining power lebih lemah tentu tidak mudah untuk menuntut ketika perusahaan yang mempekerjakannya membayar dengan upah yang tidak sebanding dengan pekerjaannya. Hal ini membuat “oknum” perusahaan menjadi semakin leluasa membayar upah dalam jumlah yang kecil, demi memaksimalkan laba perusahaan.

System outsourcing yang berkembang saat ini juga semakin mengucilkan hak buruh. Definisi outsourcing seperti dikutip dari Wikipedia adalah  pemindahan pekerjaan (operasi) dari satu perusahaan ke pihak (perusahaan) lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil biaya produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal utama dari perusahaan tersebut.

Sistem yang demikian memungkinkan perusahaan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena kontrak yang telah habis atau tanpa alasan. Sistem ini juga memungkinkan buruh tidak mendapat pesangon atau tunjangan pasaca PHK karena tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk membayar pesangon. Hal inilah yang sangat merugikan buruh.

Secara eksplisit dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 memang tidak disebutkan istilah outsourcing ini. Namun beberapa pasal dalam UU ini dan juga pasal 1601 a KUH Perdata seolah menjadi landasan praktek “legal” dari kegiatan outsourcing. Dalam UU, terdapat dua macam praktek outsourcing yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh (dalam pasal 64-66).

Masalah-masalah mengenai tuntutan perbaikan kesejahteraan buruh tentu sangat penting untuk ditindaklanjuti. Pandangan yang mensetarakan hak buruh sebagai unsure pelaku ekonomi yang juga memerlukan kompensasi untuk memenuhi kebutuhannya perlu diciptakan demi kemaslahatan bersama.

Dengan banyaknya masalah yang dihadapi mengenai perbaikan kesejahteraan buruh, momen MAYDAY ini selayaknya dapat dipandang sebagai momentum untuk mengingatkan kembali pentingnya buruh dan juga gerakan massal yang memperjuangkan tuntutan atas pemenuhan hak-hak buruh yang belum terealisasi.

Peringatan momen Mayday ini semoga dapat menjadi periode loncatan untuk terus menciptakan win-win solution untuk semua, baik perusahaan atau buruh.


Dari berbagai sumber.



Regards,




Tidak ada komentar:

Posting Komentar