Selasa, 26 Juni 2012

Can you see when you're dreaming?

As you know that, i'm freak of watching television. Bisa saja saya menghabiskan waktu berjam-jam depan TV gonta-ganti channel padahal bisa dibilang saya sama sekali tidak memiliki acara favorit. Daaaan... lagi-lagi tulisan ini terinspirasi dari acara TV.

Minggu santai, nonton TV, secara tidak sengaja mengganti channel ke Metro TV, kemudian melihat acara Oprah Winfrey. Saat itu bintang tamunya adalah Chastity, seseorang tokoh utama film dokumenter berjudul Becoming Chaz (2011), yang berkisah tentang pergulatan batinnya mengenai transgender yang ia pilih sebagai jalan hidup. Film ini diputar menjadi pembuka komunitas film dokumenter yang dibentuk oleh Oprah.

 Kemudian diperlihatkan kilas balik perjalanan acara Oprah Winfrey Show hingga tiba pada suatu episode:


Oprah bertanya pada seorang anak kecil tuna netra, "Can you see when you're dreaming?". Kemudian si bocah tuna netra menjawab, "Yes, I can see in my dream". Oprah menangis.

Saya seketika terdiam. Entah, sama sekali tidak terpikirkan di otak saya pertanyaan semacam ini. Benar-benar merasa tersindir oleh kalimat ini. Ingin menangis.


Rasanya benar-benar #jleb melihat adegan tersebut. Entah karena "suasananya yang memang lagi mendukung" atau ini benar-benar from the deepest of my heart-calling.

Beberapa minggu terakhir ini memang terasa lelah sekali oleh masalah pribadi. Menguras otak, hati, tenaga. Untung saja tidak diikuti dengan menguras kantong. Pasalnya, terkadang saya cenderung melampiaskan kekesalan atas masalah yang sedang saya hadapi dengan cara yang hedonis: belanja, makan, jalan-jalan nggak jelas, dan lain-lain untuk semacam melarikan diri dari semua kekesalan. Betapa dalam beberapa minggu ini, rasanya tidak ada yang mau mengerti apa yang sedang saya rasakan. Berusaha keras menguatkan diri dengan mencari alasan kenapa masalah ini menimpa saya. Menemui jalan buntu, karna merasa bahwa saya benar-benar tidak bersalah dan memang berada dalam posisi dirugikan (red: korban). Feel that I really trapped in my own chaos, while someone that doing this to me, just doing nothing instead of has found his new other happiness. Kesal dan marah.

Fortunately, hari tersebut saya merasa sedang "diperingatkan" oleh dialog tersebut. Betapa dengan mudahnya saya menyesali satu dua kejadian saja yang tidak sesuai dengan harapan saya, sementara Allah sudah memberi tak terhitung banyaknya nikmat pada saya. Kesehatan, kecukupan walaupun tidak bermewah-mewah, kemudahan dalam hari-hari mencapai keinginan, keluarga, sahabat-sahabat yang mensupport selama ini. Dan kali ini saya diperingatkan tentang rasa syukur telah terlahir dengan organ yang sempurna sebagai manusia. Pernahkah terbayangkan di benak Anda, seseorang yang telah terlahir tidak sempurna sejak digariskan Tuhannya untuk hidup di dunia? Tuna netra misalnya. Bahkan sejak lahir ia tidak benar-benar tau bagaimana paras cantik atau tampannya, wajah ayah ibunya, teman-teman sekolahnya. Tidak benar-benar tahu bagaimana warna merah, kuning, atau biru. Saat anak-anak lain di usianya belajar tentang menebak nama binatang dari gambar yang gurunya ajarkan, ia hanya meraba-raba, mengira-ngira bagaimana bentuk sebenarnya dari binatang-binatang itu? Jangankan bentuk yang lebih kompleks, bentuk lingkaran, persegi, atau segitiga, mereka hanya berimajinasi. Yang entah seperti apa dunia imajinasi mereka. Padahal, yang saya bayangkan selama ini saja semuanya saya wujudkan dengan gambar visual di otak.

Bagaimana perasaan Anda membayangkan ini? Jujur, saya menangis membayangkan ini. Tidak terbayangkan di benak saya, bahkan orang-orang yang terlahir dengan kekurangan fisik masih begitu bersyukur telah diberikan kesempatan untuk hidup.

Sementara, selama ini dengan mudahnya kita mengeluh saat satu atau dua saja ujian hidup yang dialami, yang bahkan mungkin sangat tidak ada apa-apanya dibandingkan yang dialami orang lain.

Kita (saya) terlahir dengan organ yang sempurna, penglihatan yang sempurna, pendengaran yang sempurna, anggota gerak yang sempurna.
Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?

Kita (saya) dianugrahi kesehatan, bernafas dengan udara gratis, dengan kemampuan berpikir yang sehat, hidup di lingkungan yang aman tanpa perang, bisa tidur dengan nyaman.
Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?

Kita (saya) makan dengan enak, cukup, bisa merasakan sekolah, punya keluarga dan teman-teman yang perhatian, tetangga yang baik.
Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?


Bersyukurlah... Sungguh Tuhan kita tidak membutuhkan rasa syukur kita, karna Tuhan Maha Kuasa. Kita yang membutuhkan ketenangan dari rasa syukur itu. 


"Mungkin Tuhan memberikan kita masalah yang sama berulang-ulang karna kita belum benar-benar mengambil pelajaran atas masalah tersebut" :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar