Senin, 02 Juli 2012

Bukan Salah Bunda Mengandung


 Kali ini mungkin topik yang saya bahas sudah dari jaman baheula sudah didengar berkali-kali atau dibaca berkali-kali. Untuk sebagian orang bahkan mungkin that's an ordinary topic atau bukan-apa-apa, but for me, ini termasuk suatu-topik-yang-apa-apa 




Seperti rutinitas pagi hari di kantor hari-hari sebelumnya, salah satu favorit saya adalah mengecek berita terbaru di Yahoo!. Dan pagi ini melihat salah satu artikel dengan judul berikut:

Singer Adele is pregnant with her 1st child

Adele mengumumkan bahwa dirinya tengah mengandung buah cintanya bersama sang kekasih.



Di beberapa belahan dunia sana, orang tanpa malu-malu (atau jangan-jangan malah bangga?) mengumumkan bahwa ia sedang mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan KEKASIH-nya. "Kekasih" sodara-sodaraaa, bukan "Suami". Bukankah ini mengerikan?
Si bayi tentu tidak salah apa-apa doong, karna ia memang terlahir suci. Ia tidak punya pilihan untuk terlahir dari ayah ibu yang seperti apa, keluarga mana, negara mana. Tidak ada salahnya juga seorang perempuan hamil, karna sudah kodratnya. Yang jadi masalah adalah prosesnya.

Negara, agama, juga moral mengajarkan tata cara yang baik dalam membentuk rumah tangga. Terbersit pertanyaan di otak kecil saya: "Atas dalih apa para pelaku kasus-ini sampai "rela" melanggar tatacara yang ditetapkan?."

Ribet mengurus pernikahan?
Ayolaaah, seribet apa sih dibandingkan keribetan nanti ketika suatu saat anak kita bertanya "Bu, ayah kandung aku siapa sih sebenernya?", karna digunjing teman-temannya misalnya.

Atau tidak berani membuat janji sehidup semati bersama seseorang?
Tidak juga. Saya pikir melakukan pelanggaran besar semacam ini membutuhkan keberanian yang lebih besar. Menahan gunjingan dari masyarakat sekitar misalnya. Artinya seharusnya si pelaku bahkan lebih dari cukup berani berkomitmen dengan ucapannya.


Terlepas dari siapa pihak (laki-laki atau perempuan) yang salah, hei... kaumku (red: perempuan). Berpikirlah cerdas. Sesungguhnya aturan dan tata cara itu dibuat untuk memudahkan kita, kebaikan kita bersama. Agama mengajarkan kita tata cara untuk setiap urusan, tentu ada alasan baiknya. Negara melarang kita demikian, pastilah ada tujuannya agar satu sama lain tidak dirugikan. Begitu juga dengan aturan moral, pastilah ada sabab musababnya.

Dalam pemikiran sederhana saya, salah satu alasan kenapa tata cara ini dibuat adalah: Bayangkan saja misalnya si pihak laki-laki tiba-tiba kabur entah kemana. Misalnya lagi jangankan memberi nafkah, mengakui darah dagingnya pun tidak. Bagaimana kita bisa menuntut? Bukti berkekuatan hukum (semacam surat nikah) pun tidak ada. Bisa saja si laki-laki membalikkan tuduhan kepada kita. Kalau sudah begini siapa yang mau disalahkan?

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud menghakimi si seleb. Karna yang punya kasus serupa memang bukan si seleb di berita ini doang. Mungkin beberapa (atau banyak) orang dari "kalangan biasa" juga punya kasus serupa. Tapi posisinya sebagai public figure biasanya membuat privasi si seleb semacam tipis batasannya dengan dunianya yang hendak ia tampilkan di ruang publik. Media lain bahkan dengan santai mengabarkan bahwa "Seleb A berpisah dengan kekasihnya setelah X tahun, dan memiliki Z anak", atau, "Seleb B menikah dengan seleb C, dengan Y anak dari hubungan dengan kekasih sebelumnya".Jadilah semacam ini beritanya jadi headline dimana-mana.
Tulisan ini bukan sekedar protes. Sesungguhnya tulisan ini juga merupakan perwujudan kekhawatiran saya akan yang terjadi saat ini. Kekhawatiran bahwa hal semacam ini lama kelamaan akan dianggap lazim oleh masyarakat kita. Meskipun (sepertinya) ini baru terjadi di belahan dunia seberang sana.
Kalau sudah begini, betapa saya bersyukur tinggal di negara dengan etika dan moral yang bisa dikatakan masih terjaga dan semoga masih akan terus terjaga hingga nanti.


Regards,



2 komentar:

  1. jangan ditiru, ya, Al.
    Meskipun aku tahu dirimu ngefans sama Adele, jangan menirunya.

    BalasHapus